Kapankah Remaja Membutuhkan Bantuan?
Kapankah Remaja Membutuhkan Bantuan? merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 26 Muharram 1447 H / 22 Juli 2025 M.
Kajian Tentang Seni Menyentuh Hati Remaja
Tantangan zaman ini berbeda jauh dari tantangan yang pernah dihadapi generasi sebelumnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk beradaptasi dengan kondisi yang semakin kompleks. Oleh karena itu, para orang tua tidak bisa menyamakan masa remajanya dahulu dengan kondisi anak-anak remaja masa kini. Permasalahan mereka jauh lebih rumit, dan salah satu yang paling sering menjadi sumber persoalan adalah penggunaan gawai.
Menghadapi realitas ini tidaklah mudah. Remaja sangat memerlukan bimbingan dan pendampingan, khususnya dari orang tua. Ketika anak mulai memasuki usia remaja, orang tua harus hadir di sisinya bukan sebagai pihak luar, tetapi sebagai sosok utama yang diharapkan keberadaannya di rumah.
Bantuan yang dimaksud di sini bukanlah bantuan finansial, bukan pula materi. Yang mereka butuhkan adalah bimbingan mental, spiritual, serta perhatian terhadap perkembangan psikologisnya.
Uang tidak cukup sakti untuk menyelesaikan seluruh persoalan remaja. Yang harus diberikan kepada mereka adalah waktu—waktu dan perhatian yang tulus.
Sering kali orang tua berdalih, “Saya sibuk mencari nafkah.” Namun, semua orang merasa sibuk. Jika setiap ayah dan ibu berlindung di balik alasan kesibukan, maka tak akan ada waktu tersisa untuk anak-anak mereka. Padahal anak-anak, baik yang masih kecil maupun remaja, sangat membutuhkan waktu dan perhatian dari orang tuanya. Mereka butuh ruang untuk berbicara dan berkomunikasi, karena hanya dengan komunikasi itulah karakter dan isi hati mereka bisa kita pahami.
Jika kita ingin benar-benar membantu anak, maka hal paling penting yang bisa diberikan adalah waktu. Sisihkan dan alokasikan waktu khusus untuk hadir bersama mereka. Inilah inti dari pendidikan sejati—pendidikan yang mempersiapkan remaja untuk menghadapi kehidupan.
Allah telah memberi peringatan dalam firman-Nya:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. An-Nisa’ [4]: 9)
Kita menyadari bahwa tantangan ke depan jauh lebih berat dibandingkan hari ini. Sebagaimana tantangan hari ini lebih berat dibanding masa lalu. Tidak ada lagi ruang untuk lengah dan lalai. Permasalahan anak sering kali muncul karena kelalaian, pembiaran, dan kurangnya perhatian dari orang tua. Pembiaran yang terus berlangsung menumpuk, hingga mengkristal menjadi masalah besar yang membuat orang tua tak berdaya.
Yang sedang kita hadapi adalah makhluk hidup—bernyawa, memiliki hati, pikiran, rasa, dan kehendak. Menghadapi manusia dengan sifat seperti itu tentu bukan perkara mudah, terlebih jika ia masih muda dan belum matang. Ia sangat memerlukan bimbingan. Tidak bisa dilepaskan begitu saja dalam menghadapi kehidupan.
Orang tua harus terlibat. Tidak bisa menyerahkan seluruh tanggung jawab pendidikan kepada sekolah. Kesalahan yang terjadi pada anak sering kali langsung diarahkan kepada lembaga pendidikan, padahal tanggung jawab utama tetap berada di pundak orang tua.
Pendidikan sejati adalah yang membekali anak dengan keterampilan menghadapi problematika kehidupan. Kita, para orang tua dan orang dewasa, memahami kerasnya realitas hari ini—sulitnya berhadapan dengan berbagai karakter manusia. Maka, anak-anak harus dipersiapkan untuk menghadapi itu semua.
Jika tidak siap, kondisi ini akan merugikan dan membahayakan mereka. Di sinilah pentingnya pendidikan yang menumbuhkan kemandirian. Sebab, kita tidak akan selamanya berada di sisi mereka. Bahkan, bisa jadi mereka lebih dahulu hidup mandiri sebelum kita wafat. Kemandirian itu tidak dapat diperoleh dalam sehari atau dua hari; ia harus dilatih secara terus-menerus.
Kemandirian yang dimaksud adalah dalam pengertian positif: mampu mengelola hidup, membuat keputusan yang bijak, serta bertanggung jawab terhadap tindakannya. Menumbuhkan rasa tanggung jawab ini bukan perkara mudah. Kita melihat perbedaan yang mencolok antara anak-anak zaman sekarang dan generasi terdahulu. Banyak anak yang kurang memiliki rasa tanggung jawab terhadap kehidupan nyata.
Sebagian dari mereka bahkan sudah tenggelam dalam dunia maya, hingga sulit membedakan antara kenyataan dan fantasi digital. Hal ini berdampak besar pada kepedulian mereka terhadap realitas. Akibatnya, muncul sikap abai terhadap tanggung jawab, keluarga, bahkan terhadap dirinya sendiri.
Meskipun lingkungan telah diupayakan agar positif dan mendukung perkembangan anak, dan meskipun konflik dengan remaja telah dihindari, tetap saja mereka adalah individu yang membutuhkan bimbingan. Remaja sangat minim pengalaman, sementara pengalaman adalah guru terbaik. Karena kurangnya praktik dan pembelajaran langsung, mereka memerlukan pendampingan dalam proses pendewasaannya.
Jika dibiarkan tanpa arahan, hidup mereka bisa berjalan tanpa tujuan. Inilah yang sangat dikhawatirkan pada generasi remaja saat ini. Banyak dari mereka tidak memiliki pandangan atau cita-cita tentang masa depan. Mereka mudah terpengaruh oleh tren yang tidak memberikan arah yang jelas, hanya ikut-ikutan apa yang dilihat dari orang lain.
Sebagian remaja hari ini cenderung latah. Ketika melihat orang lain menjadi influencer atau YouTuber, mereka ikut-ikutan, tanpa memahami bahwa itu bukan keahlian yang bisa diandalkan secara jangka panjang. Profesi seperti itu bersifat musiman—sedang tren sekarang, tetapi bisa hilang sewaktu-waktu. Ketika tren itu selesai, mereka tidak memiliki keterampilan atau kecakapan lain sebagai pegangan hidup.
Masalah menjadi semakin besar ketika mereka terpengaruh budaya flexing—memamerkan kekayaan atau gaya hidup. Mereka melihat itu sebagai cara mudah mendapatkan uang, tanpa berpikir tentang apa kemampuan atau keahlian yang sesungguhnya mereka miliki.
Akibatnya, muncullah generasi yang tidak memiliki kecakapan hidup, tidak memiliki keahlian, dan tidak mampu bersaing secara sehat di dunia nyata. Padahal, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menegaskan:
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُورِ دُنْيَاكُمْ
“Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.” (HR. Muslim)
Nabi mendorong para sahabat untuk profesional dalam setiap bidang yang mereka geluti. Keahlian dan profesionalisme adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan. Bahkan dalam urusan menyembelih hewan sekalipun, Nabi mengajarkan standar profesional yang tinggi.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، وَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan (profesionalisme) dalam segala hal. Jika kalian membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan menenangkan hewan sembelihannya.” (HR. Muslim)
Lihatlah bagaimana Rasulullah menekankan profesionalisme, bahkan dalam urusan melenyapkan nyawa hewan. Menyembelih pun tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Pisau harus diasah agar tajam, dan hewan harus diperlakukan dengan tenang agar tidak merasakan penderitaan. Itulah contoh konkret dari standar ihsan yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Remaja kita perlu dilatih untuk memiliki kecakapan, agar mereka mampu bersaing secara sehat di tengah kerasnya kehidupan modern. Profesionalisme adalah kebutuhan mutlak, terlebih di era persaingan yang semakin ketat.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55372-kapankah-remaja-membutuhkan-bantuan/